http://mitoyono.blogspot.com/

Halaman

Kamis, 23 Desember 2010

KEDUDUKAN DAN FUNGSI HARTA


PENGERTIAN HARTA
Harta dalam bahasa Arab disebut al-mal.
Berbagai macam pendapat tentang pengertian harta:
·         Sedangkan harta (al-mal) menurut Imam Hanafiyah (hal. 2, Fiqih Muamalah, Drs. H. Hendi Suhendi, M.Si.) ialah sesuatu yang digandrungi tabiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga dibutuhkan.
·         Menurut Hanafiah (hal. 2, Fiqih Muamalah, Drs. H. Hendi Suhendi, M.Si.) harta adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan, dalam penggunaannya bisa dicampuri oleh orang lain, maka menurut Hanafiah yang dimaksud harta hanyalah sesuatu yang berwujud (a’yam).
·         Menurut ulama, yang dimaksud harta ialah sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkan tabi’atnya, baik manusia itu akan memberikannya atau akan menyimpannya.
·         Menurut ulama lainnya, harta adalah segala zat (‘ain) yang berharga, bersifat materi yang berputar di antara manusia.
·         Menurut T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy (hal. 2, Fiqih Muamalah, Drs. H. Hendi Suhendi, M.Si.) harta adalah:
1.      Nama selain manusia, yang diciptakan Allah untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia, dapat dipelihara pada suatu tempat dan dikelola (tasbarruf) dengan jalan ikhtiar.
2.      Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap manusia, baik oleh seluruh manusia maupun oleh sebagian manusia.
3.      Sesuatu yang sah untuk dijual belikan
4.      Sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai (harga) seperti sebiji beras dapat dimiliki oleh manusia, dapat diambil kegunaannya dan dapat disimpan, tetapi sebiji beras menurut ‘urf tidak bernilai (berharga), maka sebuji beras tidak termasuk harta.
5.      Sesuatu yang berwujud, maka sesuatu yang tidak berwujud sekalipun dapat diambil manfaatnya tidak termasuk harta seperti manfaat, karena manfaat tidak berwujud, maka bukan harta.
6.      Sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat diambil manfaatnya ketika dibutuhkan.

UNSUR-UNSUR HARTA
Menurut para Fuqaha bahwa harta bersendi pada dua unsur, yaitu:
1.      Unsur ‘aniyab adalah bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan), maka manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk milik atau hak.
2.      Unsur ‘urf  adalah segala sesuatu yang dipandang harta oleh manusia atau sebagian manisia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat madiyah maupun manfaat ma’nawiyah.

KEDUDUKAN HARTA
Dalam Al-Quran bahwa harta adalah sebagai perhuasan hidup. Pada Al-Quran surat al-Kahfi: 46 dan al-Nisa: 14 dijelaskan bahwa kebutuhan manusia terhadap harta sama dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan, maka kebutuhan manusia terhadap harta merupakan kebutuhan yang mendasar. Harta juga berkedudukan sebagai amanat (fitnah). Karena harta sebagai titipan, maka manusia tidak memiliki harta secara mutlak karena itu dalam pandangan tentang harta terhadap hak-hak lain seperti zakat harta dan yang lainnya. Kedudukan harta juga dapat sebagai musuh.
Konsekuensi logis dari ayat-ayat Al-aquran adalah:
1.      Manusia bukan pemilik mutlak, tetapi dibatasi oleh hak-hak Allah, maka wajib baginya untuk mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah lainnya.
2.      Cara-cara pengambilan manfaat harta mengarah kepada kemakmuran bersama, pelaksanaannya dapat diatur oleh masyarakat melaui wakil-wakilnya.
3.      Harta perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya memperoleh imbalan yang wajar.
Disamping diperhatikannya kepentingan umum, kepentingan ptibadi juga diperhatikan, maka berlakulah ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1.      Masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar kepentingan pribadi, selama tidak merugikan orang lain dan masyarakat.
2.      Karena pemilikan manfaat berhubungan serta dengan hartanya, maka boleh pemilik (manfaat) untuk memindahkan hak miliknya kepada orang lain, misalnya dengan cara menjualnya, menghibahkannya dan sebagainya.
3.      Pada pokoknya, pemilikan manfaat itu kekal tidak terkait oleh waktu.
Dalam kaitan ini dapat dijelaskan bentuk-bentuk larangan yang berkenaan dengan harta yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, produksi, distribusi dan konsumsi harta:
1.      Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia, berupa:
a.       Memakan harta sesama manusia dengan cara yang batal,
b.      Memakan harta dengan jalan penipuan,
c.       Dengan jalan melanggar janji dan sumpah,
d.      Dengan jalan pencurian.
2.      Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian atau keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga.
3.      Penimbuan harta debgan jalan kikir, orang-orang yang menimbun harta dengan maksud untuk meninggikan (menaikan) harga sehingga ia memperoleh keuntungan yang berlipat ganda.
4.      Aktivitas yang merupakan pemborosan (mubazir), baik pemborosan yang menghabiskan harta pribadi, perusahaan, masyarakat atau negara maupun yang sifatnya mengeksploitasi sumber-sumber alam secara berlebihan dan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan (ekologi).
5.      Memproduksi, memperdagangkan dan mengkonsumsi barang-barang yang terlarang seperti narkotika dan minuman keras kecuali untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kesehatan.


PEMBAGIAN HARTA
1.      Mal Mulutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim
a.       Harta Mulutaqawwim adalah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut syara’. Atau semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh dan penggunaanya, misalnya kerbau adalah halal dimakan oleh umat Islam tetapi kerbau tersebut disembelih tidak sah menurut syara’, dipukul misalnya, maka daging kerbau tidak bisa dimanfaatkan karena cara penyembelihannya batal menurut syara’.
b.      Harta Ghair Mutaqawwim adalah sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara penggunaanya. Seperti babi karena jenisnya. Sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri termasuk ghair mutaqawwim karena cara memperolehnya yang haram.
2.      Mal Mitsli dan Mal Qimi
a.       Harta Mitsli adalah benda-benda yang ada persamaan dalam kesatuan-kesatuannya, dalam arti dapat berdiri sebagaimana di tempat yang lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai.
b.      Harta Qimi adalah benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya karena tidak dapat berdiri sebagian di tempat sebagian yang lainnya tanpa ada perbedaan.
c.       Dengan perkataan lain, harta mitsli adalah harta yang jenisnya diperoleh di pasar (secara persis) dan qimi adalah harta yang jenisnya sulit didapatkan di pasar, bisa diperoleh tapi jenisnya berbeda kecuali dalam nilai dan harga.
3.      Harta Istihlak dan harta Isti’mal
a.       Harta Istihlak adalah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaanya dan manfaatnya secara biasa kecuali dengan menghabiskannya.
Harta Istihlak terbagi menjadi dua, yaitu:
a)      Istihlak Haqiqi adalah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas (nyata) zatnya habis sekali digunakan.
b)      Istihlak Buquqi adalah suatu harta yang sudah habis nilainya bila telah digunakan tetapi zatnya masih tetap ada.
b.      Harta Isti’mal adalah sesuatu yang dapat digunakan berulanag kali dan materinya tetap terpelihara. Harta isti’mal tidaklah habis dengan satu kali menggunakan tetapi dapat digunakan lama menurut apa adanya.
4.      Harta Manqul dan Harta Ghair Manaqul
a.       Harta Manqul adalah segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ke tempat lain.
b.      Harta Ghair Manaqul adalah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain.
5.      Harta ‘Ain dan Harta Dayn
a.        Harta ‘ain adalah harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, beras, kendaraan. Harta ‘ain terbagi menjadi dua, yaitu:
·         Harta ‘ain dzati qimah, yaitu benda yang memiliki bentuk yang dipandang sebagai harta karena memiliki nilai yang dipandang sebagai harta, karena memiliki nilai ‘ain dzati qimah meliputi:
-          Benda yang dianggap harta yang boleh diambil manfaatnya
-          Benda yang dianggap hartta yang tidak boleh diambil manfaatnya
-          Benda yang dianggap sebagai harta yang ada sebangsanya
-          Benda yang dianggap harta yang tidak ada atau sulit dicari seumpamanya
-          Benda yang dianggap harta yang berharga dan dapat dipindahkan (bergerak)
-          Benda yang dianggap harta yang berharga dan tidak dapat dipindahkan (benda tetap).
·         Harta ‘ain ghayr dzalti qimah, yaitu benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta, karena tidak memiliki harga seperti sebiji beras.
b.      Harta Dayn adalah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab, seperti uang yang berada dalam tanggung jawab seseorang.
Ulama Hanafiyah (hal. 2, Fiqih Muamalah, Drs. H. Hendi Suhendi, M.Si.) berpendapat bahwa harta tidak dapat dibagi menjadi harta ‘ain dan dayn, karena harta menurut Hanafiah ialah sesuatu yang berwujud maka sesuatu yang tidak berwujud tidaklah dianggap sebagai harta, seperti hutang tidak dipandang sebagai harta tetapi hutang adalah wash fi al-dgimmah.
6.      Mal al-‘ain dan al-naf’i (manfaat)
a.       Harta ‘aini adalah benda yang memiliki nilai dan bentuk (berwujud), seperti rumah, ternak, dll.
b.      Harta nafi’ adalah a’radl yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa, oleh karena itu mal al-naf’i tidak berwujud dan tidak mungkin disimpan.
7.      Harta Mamluk, Mubah, dan Mahjur
a.       Harta Mamluk adalah sesuatu yang masuk ke bawah milik milik perseorangan maupun milik badan hukum seperti pemerintah atau yayasan.
Harta mamluk (yang dimiliki) terbagi kepada dua macam, yaitu:
·         Harta Perorangan (mustaqil) yang berpautan dengan hak bukan pemilik, seperti rumah yang dikontrakkan. Harta perorangan yang tidak berpautan dengan hak bukan pemilik, seperti seseorang yang mempunyai sepasang sepatu yang dapat digunakan kapan saja.
·         Harta Perkongsian (masyarakat) antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak yang bukan pemiliknya, seperti dua orang tang berkongsi memiliki sebuah pabrik dan lima buah mobil, salah satu mobilnya disewakan selama satu bulan kepada orang lain.
Harta yang dimiliki oleh dua orang yang tidak berkaitan dengan hak bukan pemiliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik, maka pabrik tersebut diurus bersama.
b.      Harta Mubah adalah sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang, seperti air pada mata air, binatang buruan darat, laut, pohon-pohon di hutan.
Tiap-tiap manusia boleh memiliki harta mubah sesuai dengan kesanggupannya, orang yang mengambilnya maka ia akan menjadi pemiliknya.
c.       Harta Mahjur adalah sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri dan memberikan kepada orang lain menurut syari’at, adakalanya benda itu benda wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat umum, seperti jalan raya, masjid-masjid, kuburan-kuburan dan yang lainnya.
8.      Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
a)      Harta yang dapat dibagi (mal qubil li al-qismah) ialah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan, apabila harta itu dibagi-bagi, seperti beras, tepung, dan lainnya.
b)      Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al qismah) ialah harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan, apabila harta tersebut dibagi-bagi, seperti gelas, kursi, meja, mesin dan lain sebagainya.

9.      Harta pokok dan harta hasil (buah)
a)      Harta pokok adalah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain. Harta pokok bisa juga disebut modal, seperti uang, emas, dan lainnya.
b)      Harta hasil adalah harta yang lain. Harta hasil contohnya adalah bulu domba dihasilkan dari domba, maka domba sebagai harta pokok dan bulunya sebagai harta hasil, atau kerbau yang beranak maka anaknya dianggap sebagai tsamarah dan induknya yang melahirkannya disebut harta pokok.
10.  Harta khas dan harta ‘am
a)      Harta khas ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya.
b)      Harta ‘am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh mengambil manfaatnya.
Harta yang dapat dikuasai (ikhraj) terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
·         Harta yang termasuk milik perseorangan.
·         Harta-harta yang tidak dapat termasuk milik perseorangan.
                  Harta yang dapat masuk menjadi milik perseorangan, ada dua macam yaitu:
·         Harta yang bisa menjadi milik perorangan tetapi belum ada sebab pemiliknya, seperti binatang buruan di hutan.
·         Harta yang bisa menjadi milik perorangan dan sudah ada sebab pemilikan, seperti ikan di sungai diperoleh seseorang dengan cara mengail.
Harta yang tidak dapat masuk menjadi milik perorangan adalah harta yang menurut syara’ tidak boleh dimiliki sendiri, seperti sungai, jalan raya, dan yang lainnya.

FUNGSI HARTA
Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat harta tersebut, maka fungsi harta amat banyak, baik kegunaan dalam yang baik, maupun kegunaan dam hal yang jelek, yaitu:
a)      Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk ibadah memerlukan alat-alat seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, shadaqah, hibbah dan yang lainnya.
b)      Untuk meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah.
c)      Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.
d)     Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya.
e)      Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menurut ilmu tanpa modal akan tersa sulit, seperti sesorang tidak bisa kuliah di perguruan tinggi bila ia tidak memiliki biaya.
f)       Untuk memutarkan (mentasharuf) peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan. Adanya orang kaya dan miskin sehingga antara pihak saling membutuhkan karena itu tersusunlah masyarakat yang harmonis dan berkecukupan.
g)      Untuk menumbuhkan silahturrahim, karena adanya perbedaan dan keperluan sehingga terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam rangka saling mencukupi kebutuhan.

3 komentar:

sabbihisma dewi mengatakan...

Bermanfaat.

Abdullah Ibnu Sina mengatakan...

referensi darimana

Unknown mengatakan...

Bermanfaat sekali

Posting Komentar



 
Cheap Web Hosting | Top Web Hosts | Great HTML Templates from easytemplates.com.